Sembilan Elemen Jurnalisme



        HATI nurani jurnalisme Amerika ada pada Bill Kovach. Ini ungkapan yang sering dipakai orang bila bicara soal Kovach. Thomas E. Patterson dari Universitas Harvard mengatakan, Kovach punya "karir panjang dan terhormat" sebagai wartawan. Goenawan Mohamad, redaktur pendiri majalah Tempo, merasa sulit “mencari kesalahan” Kovach.
       Wartawan yang nyaris tanpa cacat itulah yang menulis buku The Elements of Journalism bersama rekannya Tom Rosenstiel. Kovach memulai karirnya sebagai wartawan pada 1959 di sebuah suratkabar kecil sebelum bergabung dengan The New York Times, salah satu suratkabar terbaik di Amerika Serikat Kovach mundur ketika ditawari jadi pemimpin redaksi harian Atlanta Journal-Constitution. Di bawah kepemimpinannya, harian ini berubah jadi suratkabar yang bermutu. Total dalam karirnya, Kovach menugaskan dan menyunting lima laporan yang mendapatkan Pulitzer Prize. Pada 1989-2000 Kovach jadi kurator Nieman Foundation for Journalism di Universitas Harvard yang tujuannya meningkatkan mutu jurnalisme.
        Sedangkan Tom Rosenstiel adalah mantan wartawan harian The Los Angeles Times spesialis media dan jurnalisme. Kini sehari-harinya Rosenstiel menjalankan Committee of Concerned Journalists –sebuah organisasi di Washington D.C. yang kerjanya melakukan riset dan diskusi tentang media.
      Dalam buku ini Bill Kovach dan Tom Rosenstiel merumuskan sembilan elemen jurnalisme. Kesimpulan ini didapat setelah Committee of Concerned Journalists mengadakan banyak diskusi dan wawancara yang melibatkan 1.200 wartawan dalam periode tiga tahun.
Kovach dan Rosenstiel menerangkan bahwa masyarakat butuh prosedur dan proses guna mendapatkan apa yang disebut kebenaran fungsional. Polisi melacak dan menangkap tersangka berdasarkan kebenaran fungsional. Hakim menjalankan peradilan juga berdasarkan kebenaran fungsional. Pabrik-pabrik diatur, pajak dikumpulkan, dan hukum dibuat. Guru-guru mengajarkan sejarah, fisika, atau biologi, pada anak-anak sekolah. Semua ini adalah kebenaran fungsional.
Hal ini pula yang dilakukan jurnalisme. Bukan kebenaran dalam tataran filosofis. Tapi kebenaran dalam tataran fungsional. Orang butuh informasi lalu lintas agar bisa mengambil rute yang lancar. Orang butuh informasi harga, kurs mata uang, ramalan cuaca, hasil pertandingan bola dan sebagainya.
      Selain itu kebenaran yang diberitakan media dibentuk lapisan demi lapisan. Kovach dan Rosenstiel mengambil contoh tabrakan lalu lintas. Hari pertama seorang wartawan memberitakan kecelakaan itu. Di mana, jam berapa, jenis kendaraannya apa, nomor polisi berapa, korbannya bagaimana. Hari kedua berita itu mungkin ditanggapi oleh pihak lain. Mungkin polisi, mungkin keluarga korban.

Jadi kebenaran dibentuk hari demi hari, lapisan demi lapisan. Ibaratnya stalagmit, tetes demi tetes kebenaran itu membentuk stalagmit yang besar. Makan waktu, prosesnya lama.
Dua contoh. Pada 1893 seorang pengusaha membeli harian The New York Times. Adolph Ochs percaya bahwa penduduk New York capek dan tak puas dengan suratkabar-suratkabar kuning yang kebanyakan isinya sensasional. Ochs hendak menyajikan suratkabar yang serius, mengutamakan kepentingan publik dan menulis, “… to give the news impartiality, without fear or favor, regardless of party, sect or interests involved.” Pada 1933 Eugene Meyer membeli harian The Washington Post dan menyatakan di halaman suratkabar itu, “Dalam rangka menyajikan kebenaran, suratkabar ini kalau perlu akan mengorbankan keuntungan materialnya, jika tindakan itu diperlukan demi kepentingan masyarakat.”

Kovach dan Rosenstiel khawatir banyaknya wartawan yang mengurusi bisnis bisa mengaburkan misi media dalam melayani kepentingan masyarakat. Bisnis media beda dengan bisnis kebanyakan. Dalam bisnis media ada sebuah segitiga. Sisi pertama adalah pembaca, pemirsa, atau pendengar. Sisi kedua adalah pemasang iklan. Sisi ketiga adalah warga (citizens).
Kovach dan Rosenstiel prihatin karena banyak media Amerika mengkaitkan besarnya bonus atau pendapatan redaktur mereka dengan besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan bersangkutan. Sebuah survei menemukan, 71 persen redaktur Amerika menerapkan sebuah gaya manajemen yang biasa disebut management by objections. Model ini ditemukan oleh guru manajemen Peter F. Drucker. Idenya sederhana sebenarnya. Para manajer diminta menentukan target sekaligus imbalan bila mereka berhasil mencapainya.

Sembilan elemen itu adalah :  

1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran.
Menjadi seseorang jurnalis harus memberi informasi berdasarkan fakta dan bukti-bukti yang benar. Dalam hal ini wartawan harus bersikap transparan dalam menyampaikan informasi berdasarkan sumber-sumber dan fakta yang akurat. Selain itu metode yang digunakan untuk menyajikan fakta juga harus jelas sehingga masyarakat dapat memutuskan kebenaran informasi tersebut.

2. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat.
Seorang wartawan harus memberi berita tanpa memihak, sehingga harus berkomitmen untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan menjamin bahwa pembaca tidak diarahkan untuk memberi penilaian terhadap salah satu pihak di dalam suatu liputan. Hal itu akan membangun kepercayaan pembaca yang lebih luas dan setia.
Komitmen kepada warga bukanlah egoisme profesional. Kesetiaan pada warga ini adalah makna dari independensi jurnalistik. Independensi adalah bebas dari semua kewajiban, kecuali kesetiaan terhadap kepentingan publik. Jadi, jurnalis yang mengumpulkan berita tidak sama dengan karyawan perusahaan biasa, yang harus mendahulukan kepentingan majikannya. Jurnalis memiliki kewajiban sosial, yang dapat mengalahkan kepentingan langsung majikannya pada waktu-waktu tertentu, dan kewajiban ini justru adalah sumber keberhasilan finansial majikan mereka.

3. Inti jurnalisme adalah disiplin untuk melakukan verifikasi.
Jurnalis harus selalu mengecek ulang atau melakukan verifikasi terhadap suatu informasi yang didapat, dan harus memiliki bukti fakta lebih dari satu agar berita semakin akurat. Oleh karena itu yang terpenting adalah kedisiplinan jurnalis untuk selalu melakukan verifikasi informasi.

4. Wartawan harus memiliki kebebasan dari sumber yang mereka liput.
Kebebasan merupakan syarat dari jurnalisme. Dalam memberikan informasi wartawan harus memiliki kebebasan jiwa dan pemikiran. Wartawan harus bersikap netral dan tidak memihak pada siapapun. Dari sisi kebebasan yang terpenting adalah wartawan harus mampu menyampaikan informasi terlepas dari kelompok atau hasil tertentu.

5. Wartawan harus mengenban tugas sebagai pemantau yang bebas dari kekuasaan
Prinsipnya wartawan harus melindungi kebebasan peran sebagai penjaga yang tidak menggunakan informasi untuk kepentingan komersial.

6. Jurnalisme harus menyediakan forum untuk kritik dan komentar publik.
Jurnalis harus menjaga terwakilinya pandangan masyarakat dan mengharuskan untuk memberi kemungkinan terjadinya diskusi publik berdasarkan fakta dan bukan dugaan atau prasangka.

7. Jurnalisme harus berusaha membuat yang penting menjadi menarik dan relevan.
Jurnalis harus membuat informasi menjadi menarik dan relevan sesuai dengan tujuannya, sehingga harus dapat mengimbangi antara pengetahuan yang pembaca inginkan dengan sesuatu yang mereka butuhkan walaupun hal itu sebenernya tidak diharapkan. Ukuran kualitas dilihat dari suatu tulisan dapat melibatkan pembaca dan mencerahkannya.   
  
8. Wartawan harus menjaga agar berita itu proporsional dan konprehensif.
Penulis harus menjaga berita agar seimbang dan tidak menghilangkan bagian-bagian yang terpenting karena hal itu merupakan dasar kebenaran. Selain itu juga tidak membesar-besarkan suatu informasi demi sensasi apalagi bersikap negatif secara tidak seimbang.

9. Wartawan itu memiliki kewajiban utama terhadap suara hatinya.
Wartawan harus bertanggung jawab untuk mengikuti suara hatinya, sehingga berkewajiban untuk menyuarakan perbedaan dengan informasi lain bila muncul rasa keadilan dan akurasi informasi yang mengharuskan wartawan untuk menyampaikan kebenaran tersebut.

Perkembangan media massa dalam era globalisasi saat ini berkembang dengan sangat pesat terutama media online. Saat ini dunia online memiliki peningkatan dengan adanya portal-portal berita "online" baik berita dari wartawan professional maupun dari masyarakat. Disini terlihat bahwa hadirnya internet saat ini memudahkan masyarakat untuk bertukar informasi dengan cepat dan mudah. Dalam keterbukaan informasi seperti saat ini,  terbuka kesempatan dari masyarakat untuk turut serta dalam penulisan dan penyebaran berita, sehingga lahirlah istilah jurnalisme warga atau citizen journalism.

Citizen Journalism merupakan kegiatan jurnalisme yang peran wartawannya dilakukan oleh masyarakat umum yang tidak berprofesi sebagai wartawan atau secara singkat adalah kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh masyarakat umum. Kegiatan yang dilakukanpun sama halnya dengan wartawan pada umumnya yaitu mengumpulkan informasi, menulis berita, mengedit berita dan menyiarkannya.
Citizen Jornalism ini menyajikan berita dengan sudut pandang masyarakat. Disini masyarakat bukan lagi menjadi objek pemberitaan melainkan menjadi subjek dari proses jurnalisme itu sendiri. Selain itu dengan adanya Citizen Journalism, dapat membantu media berita besar dapat lebih cepat mendapatkan informasi mengenai suatu peristiwa.
Saat ini Citizen Journalism terkadang dianggap sebagai jurnalisme yang kurang dapat dipercaya fakta-faktanya. Data atau fakta yang didapat bisa saja dianggap tidak valid, karena dalam media online lebih diutamakan mengenai kecepatan dalam penyampaian informasi. sedangkan, dalam elemen jurnalisme sangat wajib adanya kebenaran.
Kenyataannya masyarakat umum memang kurang memahami soal kode etik jurnalisme yang ada. Terkadang demi mengejar kecepatan dalam pemberitaan, terjadi kesalahan dalam data yang diberitakan seperti memberitakan sebuah berita yang tidak layak atau kurang etis dan kurang relevan yang tidak sesuai dengan elemen atau kode etik jurnalisme.
Dari sembilan elemen ini seharusnya Citizen Journalism dapat belajar dan memahami bagaimana menjadi seorang wartawan yang baik dan benar, dan bertopang dalam etika jurnalisme.
Keakuratan atau kebeneran berita sangat penting karena masyarakat berhak mendapatkan berita yang benar dan dapat dipercaya. Akan tetapi tidak semua berita layak untuk ditayangkan pada media, karena ada sebagaian berita yang sensitif dapat menimbulkan gejolak di dalam masyarakat, misalnya masalah Suku Agama dan Ras (SARA). Hanya hati nurani lah yang dapat membatasi masyarakat untuk secara dewasa dapat memilah berita yang layak untuk diketahui masyarakat secara umum.

Menyuarakan nurani merupakan inti dari seluruh elemen yang ada, namun masalah nurani adalah masalah pribadi setiap orang. Oleh karena itu menjadi tanggung jawab masyarakat secara keseluruhan untuk dapat membentuk manusia yang memiliki hati nurani.

Selain Citizen Journalism, wartawan profesional juga bisa membantu para citizen journalism agar sesuai dengan eleman dan etika journalism. seperti contohnya adalah dengan memberikan komentar pada setiap berita yang kurang akurat agar masyarakat secara umum dapat mengetahui elemen-elemen jurnalisme yang diterapkan pada penulisan jurnalisme yang baik. Masyarakat pembaca berita dapat mengetahui keberadaan berita yang kurang akurat dari komentar-komentar yang diberikan oleh wartawan professional. Citizen Journalism juga memiliki elemen kebebasan yaitu kebebasan meliput informasi yang mereka liput. Karena Citizen Journalism tidak berada di suatu kelompok tertentu.
Budaya kejujuran harus menjadi gaya hidup setiap warga agar nurani dapat selalu mendominasi pribadi setiap warga terutama  yang memiliki minat menjadi seorang jurnalis. Jika budaya kejujuran telah mempengaruhi seluruh warga masyarakat, maka tujuan sesungguhnya dari jurnalisme yaitu menerima keberagaman intelektual tentulah akan menjadi semakin mudah untuk dicapai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Analisis Lagu

Analisa iklan